Kamis, 03 Maret 2016

Penambang Pasir Progo: Hampir 10 Hari Keluarga Kami Kelaparan

Penambang Pasir Progo: Hampir 10 Hari Keluarga Kami Kelaparan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kelompok Penambang Progo (KPP) meminta Pemerintah Daerah (Pemda) DIY agar mempermudah izin pertambangan pasir di sungai Progo.Pasalnya, mereka selama ini diminta untuk mengurus Ijin Usaha Pertambangan (IUP) seperti perusahaan tambang beromzet miliaran rupiah.Sekretaris KPP, Yunianto meminta, ijin pertambangan bagi masyarakat menengah ke bawah yang diberlakukan adalah Ijin Pertambangan Rakyat (IPR).Sebab hingga kini, sebanyak 90 IUP dari 94 kelompok penambang pasir sungai Progo belum ada yang disetujui.“Dari lebih dari 90 berkas yang kami layangkan, tidak satu pun dari KPP yang bisa menembus aturan yang ditetapkan. Kita ingin jadi penambang yang baik dengan membayar bayar. Kita terlunta mengurus izin yang standarisasinya sekelas tambang batubara,” ujar Yunianto di DPRD DIY, Kamis (3/3/2016).Selain itu, permohonan IUP menurutnya menghabiskan dana tak sedikit. Menengok dalam mengurus Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), pemohon harus menggaji staf ahli.Padahal dalam sehari, penambang pasir sungai Progo hanya peroleh penghasilan sebanyak Rp 50-70 ribu.Lantaran IUP yang diajukan pihaknya tak kunjung disetujui,penambangan pasir di sungai Progo pun terhenti.Setiap harinya, petugas kepolisian melakukan razia di titik pertambangan pasir sungai Progo. Alhasil sejak 10 hari terakhir, mereka tidak dapat mencari nafkah.“Dengan tindakan seperti itu, hampir 10 hari keluarga kami kelaparan. Tidak bisa bekerja, tidak bisa makan. Ada 3 ribu KK (Kartu Keluarga) yang menggantungkan nasib dari menambang pasir Progo,” sambungnya.Salah seorang penambang pasir dari Pandak Bantul, Bambang khawatir, nantinya penambang pasir di sungai Progo berasal dari perusahaan besar saja.Melihat perijinan yang diberlakukan seperti mustahil untuk dipenuhi masyarakat kelas menengah ke bawah.“Kalau cara perijinan seperti ini, hanya perusahaan kapitalis yang dapat ijin. Penambang rakyat akan tersingkir,” jelas Bambang.Kepala Gerai Pelayanan Perizinan Terpadu (GP2T) DIY, Suyata mengaku sejak kewenangan pemberian ijin tambang dilimpahkan ke provinsi hingga saat ini, pihaknya belum mengeluarkan satu pun ijin. Baik bagi perorangan maupun korporasi. Sebab Pemda DIY diminta pemerintah pusat untuk memperketat ijin tambang.“Hal ini dilakukan supaya tata kelola pertambangan di DIY baik. Kita pun diawasi KPK dalam memberikan ijin,” kata Suyata.Sementara untuk memberlakukan IPR, lanjutnya, kawasan sungai Progo harus terlebih dulu diajukan Pemda DIY ke pemerintah pusat sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).Namun demikian, pihaknya saat ini belum bisa menerapkan aturan tersebut karena sungai Progo belum diajukan sebagai WPR.“Kalau step pengurusan IPR mudah. Pemohon ajukan ijin, kami ajukan ke Dinas PUP ESDM DIY dan balai besar sungai. Setelahnya bisa keluar IPR-nya,” jelas dia.Kepala Bidang ESDM, Dinas PUP ESDM DIY, Edi Indrajaya mengaku, WPR telah ditentukan Kementerian ESDM di pertengahan 2014 yang di dalamnya tak mencantumkan sungai Progo.Saat ini pihaknya tengah mengajukan revisi WPR ke Kementerian ESDM, dan meminta sungai Progo dicantumkan.“Kamis sudah mengusulkan sungan Progo masuk ke wilayah pertambangan rakyat, dua bulan ini. Tidak lama lagi akan keluar, mohon dimaklumi,” kata Edi.Terkait razia yang kerap dilakukan petugas kepolisian, menurutnya untuk menegakkan hukum. Dinas PUP ESDM DIY tak bisa membiarkan penambang tanpa ijin beroperasi karena tidak mau disalahkan oleh pemerintah pusat.Ketua DPRD DIY, Yoeke Indra Agung mengatakan, pihaknya tak bisa banyak membantu KPP karena terbentur dengan aturan.Namun begitu dia berjanji akan meminta penetapan sungai Progo sebagai WPR ke Kementerian ESDM dipercepat.“Kita juga akan segera meninjau ke lapangan (sungai Progo), mengundang pihak terkait agar sungai Progo bisa jadi WPR,” tukas politisi PDI Perjuangan ini. (tribunjogja.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar